Perkembangan Otak Remaja
‘’Synaptic connectivity
refers to the ensemble of direct chemical and electrical connections between
neurons’’(https://link.springer.com/)
Jadi, koneksi sinaptik dilansir dari halaman https://link.springer.com/ adalah seperangkat koneksi kimia dan listrik diantara sel saraf.
Koneksi yang digunakan diperkuat
dan tetap bertahan, sementara koneksi yang tidak digunakan diganti oleh jalur
lain atau menghilang. Sehingga, dalam istilah neurosains, koneksi-koneksi ini
akan ‘’dipangkas’’. Hasil dari pemangkasan ini adalah pada akhir masa remaja,
seseorang memiliki ‘’koneksi neuro yang lebih sedikit, lebih selektif, dan
lebih efektif dibandingkan ketika masa kanak-kanak’’ (Khun, 2009, hal. 153).
Pemangkasan ini juga mengindikasikan bahwa aktivitas yang dipilih dan yang
tidak dipilih oleh remaja memengaruhi koneksi neuro yang akan diperkuat dan
yang hilang (Santrock, 2012 : 407).
Dengan menggunakan pemindai otak
fMRI, peneliti menemukan bahwa otak remaja mengalami perubahan struktur yang
signikan (Bava dkk. 2010; Lenroot dkk., 2009). Pada masa remaja, Corpus
Callosum semakin tebal sehingga
meningkatkan kemampuan remaja dalam memroses informasi (Giedd, 2008). Corpus
Callosum atau seikat serabut saraf yang
terdapat diantara otak kiri dan otak kanan yang berfungsi menghubungkan belahan
otak kiri dan kanan.
Korteks prefrontal belum
selesai berkembang hingga dewasa awal, sekitar usia 18 sampai 25 tahun atau
lebih. Korteks prefrontal merupakan bagian otak depan yang berfungsi untuk penalaran,
pengambilan keputusan, dan kendali diri. Pada usia remaja, amigdala lebih
dulu berkembang daripada korteks prefrontal. Amigdala merupakan bagian otak
yang berperan sebagai pusat emosi
seperti rasa marah, naluri bertahan hidup, takut, sedih, khawatir, dan
semacamnya.
Perubahan dalam otak remaja
yang sedang berkembang pesat mencakup
bidang perkembangan sosial neurosains. Perkembangan neurosains meliputi
hubungan antara perkembangan, otak, dan sosioemosi (de Haan & Gunnar,
2009).
Menurut Peneliti Charles
Nelson (2003), pada usia remaja, remaja memiliki emosi yang sangat kuat, namun
karena korteks prefrontal masih terus
mengalami perkembangan sehingga memungkinkan remaja untuk berusaha mengendalikan
emosinya. Penjelasan mudahnya, ketika remaja memiliki emosi tertentu yang
sangat kuat, remaja tersebut belum memiliki rem untuk memperlambat tekanan
emosinya tersebut.
Para ahli masih harus menentukan
apakah lebih dulu perubahan otak atau perubahan otak merupakan hasil dari pengalaman
dengan kawan sebaya, orang tua, dan lain sebagainya. Namun dalam psikologi
perkembangan, kita berhadapan dengan isu bawaan-pengasuhan (nature-nurture)
yang sangat menonjol dalam mempelajari perkembangan masa hidup. (Santrok 2012 :
408)
Komentar
Posting Komentar