Perkembangan Otak Remaja

            Otak remaja mengalami perkembangan bersamaan dengan bagian-bagian tubuh lainnya. Para ahli menemukan bahwa hampir dua kali koneksi sinaptik dibuat namun tidak digunakan (Huttenlocher & Dabbolkar, 1997).


‘’Synaptic connectivity refers to the ensemble of direct chemical and electrical connections between neurons’’(https://link.springer.com/)


Jadi, koneksi sinaptik dilansir dari halaman https://link.springer.com/ adalah seperangkat koneksi kimia dan listrik diantara sel saraf.

            Koneksi yang digunakan diperkuat dan tetap bertahan, sementara koneksi yang tidak digunakan diganti oleh jalur lain atau menghilang. Sehingga, dalam istilah neurosains, koneksi-koneksi ini akan ‘’dipangkas’’. Hasil dari pemangkasan ini adalah pada akhir masa remaja, seseorang memiliki ‘’koneksi neuro yang lebih sedikit, lebih selektif, dan lebih efektif dibandingkan ketika masa kanak-kanak’’ (Khun, 2009, hal. 153). Pemangkasan ini juga mengindikasikan bahwa aktivitas yang dipilih dan yang tidak dipilih oleh remaja memengaruhi koneksi neuro yang akan diperkuat dan yang hilang (Santrock, 2012 : 407).


                                                               Image from Santrock (2012) : 408

            

            Dengan menggunakan pemindai otak fMRI, peneliti menemukan bahwa otak remaja mengalami perubahan struktur yang signikan (Bava dkk. 2010; Lenroot dkk., 2009). Pada masa remaja, Corpus Callosum  semakin tebal sehingga meningkatkan kemampuan remaja dalam memroses informasi (Giedd, 2008). Corpus Callosum  atau seikat serabut saraf yang terdapat diantara otak kiri dan otak kanan yang berfungsi menghubungkan belahan otak kiri dan kanan.

            Korteks prefrontal belum selesai berkembang hingga dewasa awal, sekitar usia 18 sampai 25 tahun atau lebih. Korteks prefrontal merupakan bagian otak depan yang berfungsi untuk penalaran, pengambilan keputusan, dan kendali diri. Pada usia remaja, amigdala lebih dulu berkembang daripada korteks prefrontal. Amigdala merupakan bagian otak yang  berperan sebagai pusat emosi seperti rasa marah, naluri bertahan hidup, takut, sedih, khawatir, dan semacamnya.

            Perubahan dalam otak remaja yang sedang berkembang pesat  mencakup bidang perkembangan sosial neurosains. Perkembangan neurosains meliputi hubungan antara perkembangan, otak, dan sosioemosi (de Haan & Gunnar, 2009).

            Menurut Peneliti Charles Nelson (2003), pada usia remaja, remaja memiliki emosi yang sangat kuat, namun karena korteks prefrontal  masih terus mengalami perkembangan sehingga memungkinkan remaja untuk berusaha mengendalikan emosinya. Penjelasan mudahnya, ketika remaja memiliki emosi tertentu yang sangat kuat, remaja tersebut belum memiliki rem untuk memperlambat tekanan emosinya tersebut.

            Para ahli masih harus menentukan apakah lebih dulu perubahan otak atau perubahan otak merupakan hasil dari pengalaman dengan kawan sebaya, orang tua, dan lain sebagainya. Namun dalam psikologi perkembangan, kita berhadapan dengan isu bawaan-pengasuhan (nature-nurture) yang sangat menonjol dalam mempelajari perkembangan masa hidup. (Santrok 2012 : 408)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gangguan Belajar

Mental yang Kuat

Tips untuk Mencintai Diri Sendiri